ㅡ♞: PROFILE

Name : Higashide Asahi
Kanji : 東出朝光
Nickname : Asahi, Sahi, Hi-kun
Birth Date : July 7th, 2003
Place of Birth : Tokyo, Japan
Gender : Male
Ethnicity : Japanese
Nationality : Japanese
Blood Type : AB
Occupation : 2nd Year College Student
Major : Sports Communications And Journalism
Affiliation : Gakema Institute of Sports

ㅡ♞: PHYSICAL

Hair Color : (currently) Black
Eyes : Brownish black
Skin : Fair
Height : 176 cm
Weight : 58 kg
Shoe Size : 26 Japan / 8.5 US
Handedness : Right-handed
Faceclaim : TREASURE's Asahi (아사히)
Voiceclaim : TREASURE's Asahi (아사히)

PERSONALITY & TRIVIA
RELATIONS

ㅡ♞: RELATIONS

TO BE ADDED

ㅡ♞: PERSONALITY

Asahi has an eccentric and off-the-wall personality that often triggers people to leave a negative impression of him. His callous exterior can make him appear intimidating at first sight, but he is actually gentle yet is unable to openly show that side of him. His family members know him as a polite but quiet person. He never seeks for luxury despite being born in a wealthy family (especially from Takumi's line) and instead finds pleasure in a simple matter, such as walking in a park and spending time there.

ㅡ♞: TRIVIA(S)

- He spends most of his time in his mother's room to draw or paint any ideas or visages he has in his mind.
- He once made a hairpin for Sayaka after he took a glass and metal craft workshop.
- Asahi does not hate Ayase, it is just he feels extremely uncomfortable around him as everyone tends to compare them and he does not like the feeling of being in a competition.
- He likes sweet foods and his favorites are dango and daifuku mochi.
- He usually draws flowers or forests.
- Little did Asahi know, his father (and of course, his step mother) had planned an engagement for him.
- He is not that good at sports which include physical activity, but he is better in e-sports or sports which depend on strategic thinking.
- Whenever he has nothing to do or mostly when he waits for something or someone, he plays Pokémon Go.
- Asahi kept his diary-like scribbles in his school books before he got a real diary from Sayaka.
- Asahi moved to an apartment after Aizawa Yukiko, his biological mother, passed away.
- Currently, is a member of Gakema's Overwatch team for competition.

ㅡ♞: BACKGROUND STORY

Menyematkan kata yang memiliki arti baik pada nama seorang anak dengan harapan bahwa di kehidupan nanti anak tersebut dapat menjadi sebaik yang didoakan pada nama adalah pemikiran salah kaprah. Namaku Asahi, terdiri dari yang bermakna "pagi" dan yang berarti "cahaya", tetapi hidupku tidak se-"terang" yang diharapkan. Tuhan tidak selalu mengabulkan doa dan asa tiap umat-Nya, karena itu diam-diam aku menolak percaya dengan keberadaan sosok yang dipuja. Dewa? Aku juga tidak terlalu percaya.Because if God was real, he had done a shitty job on deciding my life path.Ibuku sakit keras dan harus terjebak di dalam kamar bersama peralatan medis sekian tahun lamanya, pernikahan kedua Higashide Takumi (terkadang aku malas memanggil sebagai "ayah") yang dilakukan tanpa perceraian sah dengan ibu, perlakuan Kobayashi Minami (ibu tiri yang tidak sudi kusebut sebagai ibu) padaku, kehadiran Ayase dan kompetisi secara tidak langsung di antara kami.Mendengarnya kembali saja telingaku terbakar seketika. Jadi, aku tidak akan berharap apapun pada Tuhan yang telah memberikanku banyak kesedihan dibanding kebahagiaan. Dewa-dewi yang tidak dapat diandalkan itu juga tidak akan mendengar permintaanku.

[ Arti dari coretan pada lembar paling belakang buku latihan menulis semasa TK ]Teman-temanku menjauh karena kedatangan Ayase. Aku tidak membenci Ayase. Aku tahu dia butuh teman, karena itu dia mendekati teman-temanku. Ayase lebih seru, tidak aneh sepertiku. Mungkin karena itu mereka senang bermain dengan Ayase. Aku hanya bermain sendiri di pojok kotak pasir. Membuat istana pasir sendiri tetap menyenangkan.

Ayase.
Aku memang tidak membencinya. Aku tidak membenci saudara tiriku. Aku hanya kurang nyaman dengan keberadaan mereka di rumah.
Mereka datang ketika Higashide Takumi menikahi Kobayashi Minami, semasa usiaku terlampau muda untuk menolak terjalinnya ikatan tersebut. Mungkin kalian berpikir pria itu menikah karena ibuku sudah tiada. Iya, memang tidak ada, karena Takumi tidak peduli kepada ibu yang terbaring lemah di kamar dengan sekujur tubuh bersentuhan dengan jarum dan selang medisㅡatau apapun namanya. Higashide Takumi "menghapus" eksistensi ibu secara sepihak. Aku juga tidak tahu apa yang dilakukan pria itu sampai dapat menikah yang kedua kali tanpa melaksanakan perceraian, dan aku TIDAK MAU tahu.Kembali pada topik Ayase.
Sayangnya, tidak hanya di rumah, takdir terus mempertemukan kami bahkan sampai di sekolah. Teman-teman yang tadi bermain denganku lekas beralih penaka "memuja" sosok Ayase dan sikap ramah-tamah laiknya seorang pangeran. Aku tidak dikucilkan, tidak sama sekali. Aku hanya merasa lebih baik bermain sendiri.
"Haiiii! Kamu mau bermain bersamaku tidak? Aku tidak bisa bermain sendiri! Nanti kamu duduk di sana, yaaa!"Aku ingat jelas suara anak kecil itu, melengking tapi lembut di telinga. Dia yang pertama dan seterusnya selalu menemani kehidupanku selama di Taman Kanak-kanak setelah kepergian teman-teman lain. Namanya Nakanishi Sayaka. Tidak ada cinta monyet pandangan pertama di sini, aku menganggap Sayaka sebagai teman terdekat, tidak kurang dan tidak lebih.

[ Arti dari coretan pada lembar belakang kedua buku tulis pelajaran bahasa Jepang sewaktu SD kelas satu ]Aku bersekolah bersama Sayaka! ^^
Ada Ayase di sekolah yang sama, tapi aku akan bersama Sayaka saja. Ibu! Ibu masih lemas. Aku sedih tidak bisa bermain dengan ibu. Semoga ibu lekas sembuh dan bermain bersamaku!

Aku ingat beberapa jam setelah acara kelulusan TK, aku meminta sesuatu dari Takumi. Itu pertama kalinya bagiku membuat permintaan yang berhubungan dengan teman. Aku ingat dengan jelas kalimat yang kuucapkan pada pria tua itu."Otou-san, aku ingin sekolah bersama Saya-cchi." Kalimat tersebut yang tertutur dengan wajah tanpa ekspresi dan nada suara datar.Kala itu, aku tidak tahu bahwa alasan Takumi mempersilakan anak pertamanyaㅡyaitu aku, Higashide Asahiㅡmemilih sekolah sendiri bukan karena menghargai sosok teman yang dimiliki olehku, melainkan karena tuan muda Ayase juga ingin bersekolah di tempat yang sama. Sebuah contoh bentuk diskriminasi yang tidak terlalu kentara. Menyebalkan rasanya ketika menyadari hal tersebut di usiaku yang lebih tua.Selama enam tahun di bangku sekolah dasar, aku hanya … menjalankan aktivitas biasa selayaknya anak-anak SD lain. Yang berbeda mungkin karena aku menghabiskan waktu untuk bermain bersama Sayaka. Bahkan kami juga sebangku selama sekolah. Pun bila tidak sebangku, aku selalu memilih tempat duduk di belakang kursi milik nona muda Nakanishi. Higashide Asahi tidak pernah jauh dari Nakanishi Sayaka, dan untuk diingat, tidak ada cinta monyet yang terjadi di sini.Kenangan yang kuingat selama di Sekolah Dasar adalah bagaimana aku kerap menolak ajakan bermain teman-teman yang lain. Penasaran atas alasan apa? Karena ingin menghias rambut Nakanishi Sayaka. Yang kulakukan hanyalah berlari keluar kelas menuju halaman dan mengumpulkan bunga-bunga cantik, lalu merangkainya semampuku. Aku pernah membuatkan mahkota kecil dari bunga untuk Sayaka, atau sebatas menyematkan setangkai bunga kecil yang telah kubersihkan ke daun telinganya.Di usiaku yang muda saat itu, aku belum sadar bahwa kesukaanku terhadap "hal-hal yang cantik" mulai tumbuh di dalam diri.Memori lain yang kuingat semasa SD adalah ketika aku menemui ibu setiap pulang sekolah dan setiap hari. Jangan tanya ke mana si Higashide tua selama aku menjaga ibu. Pria itu sibuk bekerja … ah, atau tidak. Aku tidak peduli.Takumi tidak pernah mengajak anaknya, terlebih lagi yang bernama Asahi, untuk bermain. Mengobrol seadanya saat makan atau berkumpul di ruang televisi secara tidak sengaja. Jika muncul pertanyaan, "Apakah kamu tidak iri dengan teman-teman yang dekat dan bermain dengan orang tua mereka?", dengan lantang akan kujawab IYA, AKU SANGAT IRI.Namun, keinginan seorang anak kecil tidak lebih kuat dari jalan takdir Tuhan. Aku, Higashide Asahi, tidak akan mengeluh karena ini dan terus berdoa untuk kesembuhan ibu.

[ Coretan pada lembar belakang kedua buku latihan pelajaran Matematika sewaktu SMP kelas satu ]Ibu… aku rindu Ibu. Ibu, kapan ibu sembuh? Kata dokter, ibu bisa sembuh. Tapi… lama sekali. Aku rindu.

Tidak hanya tinta pena yang terukir pada kertas, bekas tetes-tetes air mata yang mengering juga turut mengisi. Aku menulis itu di kamar setelah acara perjamuan di rumah teman Higashide Takumi. Ayase mencoba mengajakku berbicara, tetapi aku menanggapi setengah hati. Sudut mataku menangkap sosok Kobayashi Minami yang tampak tidak senang dengan keberadaanku di sekitar anaknya. Aku ingat bagaimana perempuan itu menarik (sedikit keras) lengan Ayase dan memicingkan mata padaku seolah aku anak yang tidak diinginkan di sini.MerekaㅡHigashide Takumi, Kobayashi Minami, dan Higashide Ayaseㅡterlihat bagai epitom dari keluarga harmonis dan bahagia. Sementara di sudut lain ruangan, Higashide Asahi hanyalah seonggok nama buangan yang tidak terlihat oleh siapapun.Seharusnya itu adalah keluargaku.
Seharusnya tidak ada pernikahan kedua yang terjadi jika aku sudah lebih dewasa dan mengerti saat itu.
Seharusnya ibu masih dirawat dengan baik oleh "ayah" jika saja dulu aku tahu bagaimana cara menghentikan pernikahan kedua.
Ibu, aku Asahi, anakmu yang merindukanmu.

[ Coretan pada lembar paling belakang buku catatan pelajaran Fisika sewaktu SMP kelas tiga ]Aku tidak membenci Ayase. Aku hanya tidak suka dia mulai mengikuti apapun yang kulakukan. Pasti karena Minami. Perempuan itu benar-benar tidak bisa melihatku hidup tenang.

Kukira aku tidak memiliki hobi atau kesukaan terhadap suatu hal hingga menginjak bangku sekolah menengah pertama. Namun, dimulai dari seringnya melihat benda-benda cantik milik Sayaka mendorongku agar menuangkan isi kepala ke dalam kertas. Dimulai dengan guratan kuas berwarna-warni pada bekas buku latihan menggambar semasa SD yang masih tersisa, hingga beralih ke kanvas yang kubeli sendiri di toko alat tulis dan semacamnya.Hari-hari sepulang sekolah kuhabiskan waktu menemani ibu di kamar sembari menorehkan warna-warni cat pada kanvas dan kertas gambar. Aku sering membuat bunga agar ibu tidak merasa bosan melihat kamar. Satu persatu hasil karyaku yang biasa saja itu mulai mengisi sudut-sudut ruang kamar kosong milik ibu. Reaksi yang kuterima selalu sama; seulas mesem tulus dari ibu dengan tangan terjulur sekenanya guna mengusap lembut pipi kiriku.Suatu hari, ada rasa yang kusebut murka mulai membuncah dalam dada. Seperti biasa, aku tiba di rumah sepulang dari sekolah dan berjalan menuju kamar. Langkahku terhenti manakala perungu mencuri dengar dari sebelah kamar, yang 'tak lain 'tak bukan merupakan kamar Higashide (hoek!) Ayase."Wah, memang anak ibu paling cerdas! Ibu yakin kamu dapat menjadi seniman jika terus giat melakukan ini! Gambarmu sangat cantik."Lucu sekali. Lucu dalam artian sarkas.Tanganku mengepal mendengar itu. Amarah menumpuk pada pupil seraya aku menghentakkan kaki pergi dari sana. Sekali lagi aku tekankan, aku tidak membenci Ayase. Di umurku yang menginjak 13 atau 14 tahun itu, aku mulai menaruh curiga bahwa Ayase mengikuti seluruh kegiatanku atas perintah Minami. Mulai dari sekolah di tempat yang sama, teman-teman yang sama (selain Sayaka), sampai hobi yang sama.Namun, aku tidak berhenti di sana. Aku menggambar untuk ibu, bukan untuk orang lain. Maka, tidak ada siapapun yang dapat menghentikanku menggambar!

[ Coretan pada lembar paling belakang buku latihan soal pelajaran Bahasa Inggris sewaktu SMA kelas satu ]Aku berpisah dengan Saya-cchi. Pasti karena Minami itu! Sudah kubilang pada ayah-coret-Takumi, aku ingin bersekolah di SMA yang sama dengan Saya-cchi, bukannya sekolah khusus lelaki!!!!! Lalu Ayase. Aku lelah sekali, seperti berada di sebuah kompetisi imajiner dengannya. Just fuck off.

Kabar buruk pertama memasuki kehidupan SMA-ku; berpisah dengan Nakanishi Sayaka. Walaupun ada teknologi bernama handphone, tetap saja rasanya berbeda dengan berbincang langsung dengan Sayaka.Kabar buruk kedua; aku terjebak di sekolah yang sama dengan Ayase. Lebih parahnya, orang-orang mulai menyama-nyamakan DAN membanding-bandingkan Asahi dengan Ayase.Aku cukup lelah harus disandingkan dalam satu kalimat yang sama dengan Ayase bila muncul komparasi. Akhirnya, aku mulai menutup diri dan hanya berteman dengan segelintir manusia di kelas. Aku tidak menyentuh buku gambarku di luar rumah. Pun tidak menunjukkan kegemaranku terhadap melukis atau fotografiㅡyang mulai aku lakukan sekitar satu sampai dua tahun laluㅡdengan cuma-cuma di sekolah.Selama di sekolah, aku lebih sering bermain gim bersama tiga orang teman kelas. Aku tidak menyimpan rahasia dari kalian, jadi akan kuberitahu kegiatan yang memberikan jarak antara aku dan Ayase dan pelarianku semasa SMA, yaitu PUBG: Battleground. Terima kasih pada Akira yang mengenalkanku kepada permainan tersebut walaupun aku tidak terlalu paham atau menikmatinya. Tidak senyaman ketika aku menggambar atau melukis, tetapi setidaknya Ayase tidak akan mengikutiku. Yah … Minami melarang anaknya sendiri bermain gim, jadi tidak ada alasan bagi perempuan itu menyuruh Ayase mengikuti kegiatanku yang ini.

[ Tulisan pertama pada buku diary yang diberikan oleh Nakanishi Sayaka ]Diskriminasi di depan mata lol. Tenang saja, aku akan menjauh dari kalian. Jadi, kuharap kita tidak akan bertemu, Kobayashi Ayase.

Higashide Takumi sangat keterlaluan. Bukan lagi diskriminasi secara diam-diam, tetapi terang-terangan pria tua itu menolak mentah rencana studiku. Alasannya karena ia ingin dua "anak"nya berada di institut yang berbeda.Mundur ke beberapa waktu lalu, ibu berujar padaku, "Hi-kun, kejarlah impianmu. Ibu tahu, Hi-kun pasti bisa bahagia melukis, bukan? Lakukan saja keinginan Hi-kun. Masuklah Institut Hoshino dan ikuti keinginan terpendammu."Tidak menampik, aku sempat goyah dengan dorongan tersebut. Keberanian yang telah aku kumpulkan selama beberapa hari luluh-lantak rata dengan tanah dalam sekali kedipan mata, diinjak oleh keinginan orang lain. Siapa lagi jika bukan Kobayashi Ayase. Ya, benar, sesuai dugaan kalian semua. Kobayashi Ayase akan melanjutkan studi di Institut Hoshino.Murka, aku keluar dari ruangan Takumi dengan kedua tangan mengepal dan mata yang membendung tangis. Aku tidak masalah melanjutkan studi di manapun, sungguh! Yang membuatku kesal hanya bagaimana Takumi mendahulukan Ayase semenjak kedatangan pemuda itu ke rumah. Sekian belas tahun aku mengalah untuknya tanpa timbal-balik apapun dan tidak pernah barang sekali aku marah padanya.Tekadku bulat dalam sedetik. Akan aku buktikan bahwa aku, Higashide Asahi, dapat lebih "bersinar" dibanding Ayase. Akan kubuat Higashide Takumi bersujud, berlutut, mengelu-elukan namaku ke penjuru Jepang sebelum kubuang dari hidup.

[ Tulisan kedua pada buku diary yang diberikan oleh Nakanishi Sayaka ]Saya-cchi di Gakema dan aku sangat bersyukur dapat bertemu dengannya lagi. Aku juga mendapat teman baru di acara penerimaan mahasiswa. Namanya Ishikawa Kei. Dia sangat tampan dan tinggi. Auranya berbeda dengan A-coret dan itu membuatku nyaman berteman dengannya.

Aku tidak menyesal berada di Institut Gakema. Alasan utama karena AKHIRNYA aku lepas dari bayang-bayang Ayase di sekolah. Ini benar-benar pertama kalinya aku dapat bersekolah dengan bebas dan atas pilihan yang kuinginkan (setelah "dipaksa" mundur). Selamat tinggal kepada Art Studies yang pernah kudambakan, kini jalan hidupku berbelok ke Sports Communication and Journalism.Yang mengejutkan setelah masuk ke Gakema adalah aku bertemu kembali dengan Nakanishi Sayakaㅡbahagiaku yang pertama seperti kurcaci bertemu tuan puteri yang hilang. Selain itu, aku berteman dengan seorang bernama Ishikawa Kei. Tampan, tinggi, seperti idaman gadis-gadis. Aku mengenalnya di saat upacara penerimaan mahasiswa baru karena kami bersebelahan. Bisa dikatakan bahwa Kei adalah teman pertamaku di kuliah.Namun, aku tidak akan pernah lupa perihal misi penting selama kuliah. Akan aku buktikan bahwa Kobayashi Minami berharap terlalu muluk jika ingin "mengalahkan"ku. Apakah kalian juga percaya padaku atau berharap kejatuhanku?

Halaman ini berisikan paduan singkat oleh penulis #XIAO mengenai karakter Higashide Asahi dan navigasi situs profil karakter. Mohon agar dibaca dan dipahami dengan seksama.Sebelumnya, saya hendak meminta maaf atas ketidaknyamanan navigasi yang para penulis alami sebelum membuka panduan dalam halaman ini. Dikarenakan keterbatasan elemen pada situs, maka saya tidak menyematkan navigasi dengan tombol di seluruh laman. Sedikit arahan dari saya: Tekan bagian teks yang terdapat highlight atau underline.Kemudian, berikut adalah penanda yang digunakan oleh #XIAO selama memainkan karakter Higashide Asahi, baik secara IC maupun OOC.

BracketsDescription
( " . . ." )Berbicara sebagai Asahi secara IC.
( . . . )Plot dan aksi.
( / . . . )Berinteraksi secara OOC.
#XIAOBerinteraksi sebagai penulis.
  • HIGASHIDE ASAHI adalah karakter fiksional yang terlahir dari ide penulis #XIAO. Apabila terdapat beberapa kesamaan dalam story line, hal tersebut adalah murni ketidaksengajaan.

  • Dilarang untuk melakukan rip-off karakter Higashide Asahi dalam segala aspek.

  • Penulis sangat mengapresiasi bilamana adanya opini atau kritik untuk karakter Higashide Asahi.

  • Untuk ajakan membangun relasi maupun plot, dapat menghubungi penulis melalui DM twitter: @mkc_asahi.

  • Dilarang untuk melakukan god-modding, metagaming, dan powerplaying baik dalam interaksi maupun plot tanpa persetujuan dari penulis.